Rabu, 17 April 2013

EKONOMI ISLAMI: PERBEDAAN SUDUT PANDANG

Sejauh ini kita telah mengetahui perbedaan-perbedaan yang diametral antara paradigma yang mendasari ekonomi konvensional dengan paradigma yang mendasari ekonomi islami. Keduanya tidak mungkin dan tidak akan pernah mungkin untuk dikompromikan, karena masing-masingnya didasarkan atas pandangan-dunia (weltanschauung) yang berbeda. Ekonomi konvensional melihat ilmu sebagai sesuatu yang sekuler (berorientasi hanya pada kehidupan duniawi--kini dan di sini,) dan sama sekali tidak memasukkan Tuhan serta tanggung jawab manusia kepada Tuhan di akhirat dalam bangun pemikirannya. Karena itu ilmu ekonomi konvensional menjadi bebas nilai (positivistik). Sementara itu, ekonomi islami justru dibangun atas, atau paling tidak diwarnai oleh, prinsip-prinsip relijius (berorientasi pada kehidupan dunia—kini dan di sini—dan sekaligus kehidupan akhirat—nanti dan di sana).

Dalam tataran paradigma seperti ini, ekonom-ekonom muslim tidak menghadapi masalah perbedaan pendapat yang berarti. Namun ketika mereka diminta untuk menjelaskan apa dan bagaimanakah konsep ekonomi islami itu, mulai muncullah perbedaan pendapat. Sampai saat ini, pemikiran ekonom-ekonom muslim kontemporer dapat kita klasifikasikan setidaknya menjadi tiga mazhab, yakni:
Mazhab Baqir as-Sadr
Mazhab mainstream; dan
Mazhab Alternatif-kritis



Mazhab Baqir as-Sadr

Mazhab ini dipelopori oleh Baqir as-Sadr dengan bukunya yang fenomenal: Iqtishaduna (ekonomi kita). Mazhab ini berpendapat bahwa ilmu ekonomi (economics) tidak pernah bisa sejalan dengan Islam. Ekonomi tetap ekonomi, dan Islam tetap Islam. Keduanya tidak akan pernah dapat disatukan, karena keduanya berasal dari filosofi yang saling kontradiktif. Yang satu anti-Islam, yang lainnya Islam.

Menurut mereka, perbedaan filosofi ini berdampak pada perbedaan cara pandang keduanya dalam melihat masalah ekonomi. Menurut ilmu ekonomi, masalah ekonomi muncul karena adanya keinginan manusia yang tidak terbatas sementara sumber daya yang tersedia untuk memuaskan keinginan manusia tersebut jumlahnya terbatas. Mazhab Baqir menolak pernyataan ini, karena menurut mereka, Islam tidak mengenal adanya sumber daya yang terbatas. Dalil yang dipakai adalah Al-Qur’an :

"Sungguh telah Kami ciptakan segala sesuatu dalam ukuran yang setepat-tepatnya"

Dengan demikian, karena segala sesuatunya sudah terukur dengan sempurna, sebenarnya Allah telah memberikan sumber daya yang cukup bagi seluruh manusia di dunia.

Pendapat bahwa keinginan manusia itu tidak terbatas juga ditolak. Contoh: Manusia akan berhenti minum jika dahaganya sudah terpuaskan. Karena itu, mazhab ini berkesimpulan bahwa keinginan yang tidak terbatas itu tidak benar sebab pada kenyataannya keinginan manusia itu terbatas. (Bandingkan pendapat ini dengan teori Marginal Utility, Law of Diminishing Returns, dan Hukum Gossen dalam ilmu ekonomi!)

Mazhab Baqir berpendapat bahwa masalah ekonomi muncul karena adanya distribusi yang tidak merata dan adil sebagai akibat sistem ekonomi yang membolehkan eksploitasi pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah. Yang kuat memiliki akses terhadap sumber daya sehingga menjadi sangat kaya, sementara yang lemah tidak memiliki akses terhadap sumber daya sehingga menjadi sangat miskin. Karena itu masalah ekonomi muncul bukan karena sumber daya yang terbatas, tetapi karena keserakahan manusia yang tidak terbatas.

Karena itu menurut mereka, istilah ekonomi islami adalah istilah yang bukan hanya tidak sesuai dan salah, tapi juga menyesatkan dan kontradiktif, karena itu penggunaan istilah ekonomi islami harus dihentikan. Sebagai gantinya, ditawarkan istilah baru yang berasal dari filosofi islam, yakni iqtishad. Menurut mereka, iqtishad bukan sekedar terjemahan dari ekonomi. Iqtishad berasal dari kata bahasa Arab qasd yang secara harfiah berarti "ekuilibrium" atau "keadaan sama, seimbang atau pertengahan".

Sejalan dengan itu, maka semua teori yang dikembangkan oleh ilmu ekonomi konvensional ditolak dan dibuang. Sebagai gantinya mazhab ini berusaha untuk menyusun teori-teori baru dalam ekonomi yang langsung digali dan dideduksi dari al-Qur’an dan As-Sunnah.

Tokoh-tokoh mazhab ini selain Muhammad Baqir as-Sadr adalah Abbas Mirakhor, Baqir al-Hasani, Kadim as-Sadr, Iraj Toutounchian, Hedayati, dll.

Mazhab Mainstream
Mazhab Mainstream berbeda pendapat dengan mazhab Baqir. Mazhab kedua ini justru setuju bahwa masalah ekonomi muncul karena sumber daya yang terbatas yang dihadapkan pada keinginan manusia yang tidak terbatas. Memang benar misalnya, bahwa total permintaan dan penawaran beras di seluruh dunia berada pada titik ekuilibrium. Namun jika kita berbicara pada tempat dan waktu tertentu, maka sangat mungkin terjadi kelangkaan sumber daya. Bahkan ini yang seringkali terjadi. Suplai beras di Ethiopia dan Bangladesh misalnya tentu lebih langka dibandingkan di Thailand. Jadi keterbatasan sumber daya memang ada, bahkan diakui pula oleh Islam. Dalil yang dipakai adalah :

"Dan sungguh akan Kami uji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira bagi orang-orang yang sabar"

Sedangkan keinginan manusia yang tidak terbatas dianggap sebagai hal yang alamiah. Dalilnya:

"Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke liang kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu)"

Dan sabda Nabi Muhammad SAW bahwa manusia tidak akan pernah puas. Bila diberikan emas satu lembah, ia akan meminta emas dua lembah. Bila diberikan dua lembah, ia akan meminta tiga lembah dan seterusnya sampai ia masuk kubur.

Dengan demikian, pandangan mazhab ini tentang masalah ekonomi hampir tidak ada bedanya dengan pandangan ekonomi konvensional. Kelangkaan sumber dayalah yang menjadi penyebab munculnya masalah ekonomi. Bila demikian, di manakah letak perbedaan mazhab mainstream ini dengan ekonomi konvensional?

Perbedaannya terletak dalam cara menyelesaikan masalah tersebut. Dilema sumber daya yang terbatas versus keinginan yang tak terbatas memaksa manusia untuk melakukan pilihan-pilihan atas keinginannya. Kemudian manusia membuat skala prioritas pemenuhan keinginan, dari yang paling penting sampai yang paling tidak penting. Dalam ekonomi konvensional, pilihan dan penentuan skala prioritas dilakukan berdasarkan selera pribadi masing-masing. Manusia boleh mempertimbangkan tuntutan agama, boleh juga mengabaikannya. Dalam bahasa al-Qur’annya, pilihan dilakukan dengan "mempertuhankan hawa nafsunya". Tetapi dalam ekonomi islami, keputusan pilihan ini tidak dapat dilakukan semaunya saja. Perilaku manusia dalam setiap aspek kehidupannya—termasuk ekonomi—selalu dipandu oleh Allah lewat al-Qur’an dan Sunnah.

Tokoh-tokoh mazhab ini di antaranya M.Umer Chapra, M.A. Mannan, M. Nejatullah Siddiqi, dll. Mayoritas bekerja di Islamic Development Bank (IDB). Yang memiliki dukungan dana dan akses ke berbagai negara sehingga penyebaran pemikirannya dapat dilakukan dengan cepat dan mudah. Mereka adalah para doktor di bidang ekonomi yang belajar (dan ada juga yang mengajar) di universitas-universitas barat. Karena itu, mazhab ini tidak pernah membuang sekaligus teori-teori ekonomi konvensional ke keranjang sampah.

Umer Chapra misalnya berpendapat bahwa usaha mengembangkan ekonomi islami bukan berarti memusnahkan semua hasil analisis yang baik dan sangat berharga yang telah dicapai oleh ekonomi konvensional selama lebih dari seratus tahun terakhir.

Mengambil hal-hal yang baik dan bermanfaat yang dihasilkan oleh bangsa dan budaya non islam sama sekali tidak diharamkan. Nabi bersabda bahwa hikmah/ilmu itu bagi umat islam adalah ibarat barang yang hilang. Di mana saja ditemukan, maka umat muslimlah yang paling berhak mengambilnya. Catatan sejarah umat muslim memperkuat hal ini. Para ulama dan ilmuwan muslim banyak meminjam ilmu dari peradaban lain seperti Yunani, India, Persia, Cina, dll. Yang bermanfaat diambil, yang tidak bermanfaat dibuang, sehingga terjadi transformasi ilmu dengan diterangi cahaya Islam.

Mazhab Alternatif-Kritis

Pelopor mazhab ini adalah Timur Kuran (Ketua Jurusan Ekonomi di University of Southern California), Jomo (Yale, Cambridge, Harvard, Malaya), Muhammad Arif, dll. Mazhab ini mengkritik kedua mazhab sebelumnya. Mazhab Baqir dikritik sebagai mazhab yang berusaha untuk menemukan sesuatu yang baru yang sebenarnya sudah ditemukan oleh orang lain. Menghancurkan teori lama, kemudian menggantinya dengan teori baru. Sementara mazhab mainstream dikritiknya sebagai jiplakan dari ekonomi neoklasik dengan menghilangkan variabel riba dan memasukkan variabel zakat serta niat.

Mazhab ini adalah sebuah mazhab yang kritis. Mereka berpendapat bahwa analisis kritis bukan saja harus dilakukan terhadap sosialisme dan kapitalisme, tetapi juga terhadap ekonomi islami itu sendiri. Mereka yakin bahwa Islam pasti benar, tetapi ekonomi islami belum tentu benar karena ekonomi islami adalah hasil tafsiran manusia atas al-Qur’an dan Sunnah, sehingga nilai kebenarannya tidak mutlak. Proposisi dan teori yang diajukan oleh ekonomi islami harus selalu diuji kebenarannya sebagai mana yang dilakukan terhadap ekonomi konvensional.

1 komentar: